Teknologi canggih buatan Inggris, termasuk lensa kamera berpresisi tinggi yang digunakan dalam sistem militer, diduga telah dijual ke Rusia melalui jaringan perdagangan ilegal. Meski Rusia dikenai sanksi internasional akibat invasinya ke Ukraina, laporan terbaru menunjukkan bahwa teknologi perang Inggris dijual ke Rusia, menimbulkan kekhawatiran besar tentang celah dalam sistem sanksi global.
Menurut investigasi BBC, barang-barang ini dikirim melalui perusahaan perantara di Kyrgyzstan dan Rusia, melibatkan jaringan rumit yang sulit dilacak. Salah satu tokoh kunci yang teridentifikasi adalah Valeria Baigascina, seorang model asal Kazakhstan yang juga menjabat sebagai direktur perusahaan yang mengirimkan barang tersebut. Kasus ini menjadi bukti bahwa celah dalam perdagangan internasional masih memungkinkan teknologi sensitif jatuh ke tangan pihak yang disanksi.
Peran Kyrgyzstan sebagai Titik Transit Teknologi Sensitif
Berdasarkan dokumen bea cukai, teknologi perang Inggris dijual ke Rusia melalui perusahaan bernama Rama Group LLC yang terdaftar di Bishkek, Kyrgyzstan. Perusahaan ini mengirimkan lensa kamera canggih senilai jutaan dolar ke Rusia, meskipun barang-barang tersebut secara eksplisit dilarang oleh aturan ekspor Inggris.
Kyrgyzstan, sebagai negara bekas Uni Soviet, memiliki hubungan dagang yang kuat dengan Rusia. Data perdagangan menunjukkan lonjakan ekspor dari Inggris ke Kyrgyzstan sebesar 300% sejak sanksi terhadap Rusia diberlakukan pada 2022. Banyak pihak mencurigai bahwa sebagian besar barang ini sebenarnya berakhir di Rusia, termasuk teknologi perang yang sangat dibutuhkan untuk mendukung operasional militer.
Lensa Buatan Beck Optronic Solutions dalam Sorotan
Teknologi yang ditransfer mencakup lensa canggih yang diproduksi oleh Beck Optronic Solutions, sebuah perusahaan Inggris yang berbasis di Hemel Hempstead. Beck dikenal sebagai produsen teknologi optik presisi tinggi yang digunakan dalam tank Challenger 2, jet tempur F35, dan berbagai sistem militer lainnya.
Perusahaan tersebut membantah terlibat dalam pengiriman ini dan menyatakan bahwa mereka tidak memiliki hubungan dengan Rusia atau Kyrgyzstan. Mereka juga mengklaim bahwa beberapa barang yang tercantum dalam dokumen bea cukai mungkin merupakan produk palsu. Namun, kenyataan bahwa teknologi perang Inggris dijual ke Rusia melalui perantara mengungkap kelemahan besar dalam pengawasan ekspor dan rantai pasokan global.
Valeria Baigascina dan Jejak Perusahaan Perantara
Valeria Baigascina, seorang model yang sering memamerkan gaya hidup mewahnya di media sosial, teridentifikasi sebagai pendiri Rama Group. Perusahaan ini terdaftar pada awal 2023 di Bishkek, jauh dari tempat tinggalnya di Belarus. Selama masa kepemimpinannya, Rama Group dilaporkan melakukan dua pengiriman besar ke Rusia, termasuk lensa kamera yang dapat digunakan dalam sistem militer.
Baigascina mengklaim bahwa ia telah menjual perusahaan tersebut pada Mei 2023 kepada Angelina Zhurenko, temannya yang menjalankan bisnis pakaian dalam di Kazakhstan. Baigascina menyangkal keterlibatannya dalam pengiriman ilegal dan menyebut tuduhan ini sebagai “informasi palsu.” Namun, investigasi menunjukkan bahwa pengiriman berlanjut bahkan setelah perubahan kepemilikan.
Jaringan Perantara yang Lebih Besar
Selain Rama Group, perusahaan Kyrgyz lainnya, Shisan LLC, juga terlibat dalam pengiriman teknologi militer ke Rusia. Shisan bertanggung jawab atas empat pengiriman tambahan senilai $1,5 juta, termasuk lensa inframerah yang dikirim ke Ural Optical & Mechanical Plant, produsen peralatan penargetan bom yang telah disanksi oleh Amerika Serikat.
Baik Rama Group maupun Shisan berbagi alamat yang sama di Bishkek, memperkuat kecurigaan bahwa kedua perusahaan ini adalah bagian dari jaringan perdagangan ilegal yang terorganisir. Fakta bahwa teknologi perang Inggris dijual ke Rusia melalui jaringan seperti ini menyoroti kebutuhan mendesak untuk memperketat pengawasan.
Efek Teknologi Barat pada Konflik Ukraina
Menurut Olena Tregub dari NAKO, organisasi antikorupsi independen di Ukraina, teknologi Barat memainkan peran penting dalam konflik Ukraina. “Tanpa teknologi ini, senjata mereka tidak akan bisa berfungsi,” kata Tregub. Ia juga menekankan bahwa celah dalam sistem sanksi internasional secara langsung berdampak pada korban jiwa di medan perang.
Teknologi seperti lensa presisi tinggi dari Beck Optronic Solutions menjadi “otak” di balik senjata canggih seperti rudal balistik dan drone kamikaze yang digunakan Rusia dalam konflik ini. Fakta bahwa teknologi perang Inggris dijual ke Rusia menunjukkan betapa mendesaknya tindakan global untuk menutup celah tersebut.
Respon Internasional terhadap Perdagangan Ilegal
Kasus ini telah menarik perhatian otoritas internasional. David Cameron, mantan Menteri Luar Negeri Inggris, mengunjungi Kyrgyzstan pada April 2024 untuk mendesak negara tersebut memperketat kepatuhan terhadap sanksi. Sementara itu, Uni Eropa terus bekerja untuk membongkar jaringan perdagangan ilegal dan meningkatkan pengawasan terhadap ekspor barang sensitif.
David O’Sullivan, Utusan Khusus Uni Eropa untuk Implementasi Sanksi, mengatakan bahwa perusahaan harus lebih proaktif dalam melakukan pemeriksaan terhadap pelanggan akhir mereka. Namun, selama celah dalam sistem pengawasan tetap ada, barang-barang penting seperti teknologi perang Inggris dijual ke Rusia akan terus mengalir melalui negara-negara perantara.
Kasus teknologi perang Inggris dijual ke Rusia melalui jaringan perantara di Kyrgyzstan mengungkap kelemahan besar dalam sistem perdagangan internasional. Meskipun aturan sanksi telah diberlakukan, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa celah-celah masih dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Untuk mencegah aliran teknologi sensitif ke tangan pihak yang disanksi, diperlukan kerja sama internasional yang lebih kuat dan pengawasan yang lebih ketat terhadap rantai pasokan. Tanpa tindakan tegas, celah dalam sistem ini tidak hanya akan merusak efektivitas sanksi, tetapi juga memperpanjang konflik yang sudah terlalu lama berlangsung.