Keputusan Amerika Serikat untuk melakukan pengiriman ranjau darat ke Ukraina telah memicu perdebatan sengit di kancah internasional. Langkah ini dimaksudkan untuk memperlambat kemajuan pasukan Rusia di medan perang Ukraina yang semakin intensif. Namun, organisasi HAM dan kampanye anti-ranjau darat menyebut langkah ini sebagai kemunduran besar bagi upaya global melarang penggunaan senjata mematikan ini.
Human Rights Watch (HRW) dan Kampanye Internasional untuk Pelarangan Ranjau (ICBL) mengecam kebijakan ini, menyoroti risiko besar bagi warga sipil. Ranjau darat tidak hanya membahayakan selama konflik berlangsung tetapi juga meninggalkan jejak mematikan yang sulit diatasi bahkan setelah perang usai. Dalam konteks perang di Ukraina, pengiriman ranjau darat ke Ukraina dianggap sebagai pilihan strategis yang sarat dengan implikasi moral dan kemanusiaan.
Tujuan Strategis di Balik Pengiriman Ranjau Darat
Langkah AS untuk mengirimkan ranjau darat ke Ukraina dipandang sebagai respons terhadap perubahan taktik militer Rusia. Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin menyatakan bahwa Rusia kini lebih sering mengandalkan infanteri untuk menyerang dibandingkan kendaraan lapis baja. Ranjau darat dianggap efektif untuk memperlambat kemajuan pasukan ini, terutama di wilayah terbuka.
Ranjau yang dikirim AS dilaporkan memiliki teknologi “non-persistent,” yang berarti akan berhenti berfungsi setelah beberapa hari. Washington menyebut teknologi ini sebagai alternatif yang lebih aman dibandingkan ranjau darat konvensional. Meski demikian, banyak pihak tetap khawatir bahwa langkah ini dapat membuka jalan bagi penggunaan lebih luas senjata ini di masa depan.
Kritik Organisasi HAM terhadap Pengiriman Ranjau Darat ke Ukraina
Organisasi HAM seperti HRW dan ICBL dengan tegas mengecam pengiriman ranjau darat ke Ukraina. Mary Wareham dari HRW menyebut keputusan ini sebagai “perkembangan mengejutkan dan menghancurkan” bagi upaya global yang selama 25 tahun terakhir berusaha menghapuskan penggunaan ranjau darat.
Tamar Gabelnick dari ICBL menambahkan bahwa ranjau darat dilarang oleh Konvensi Larangan Ranjau 1997 karena dampaknya yang indiscriminative terhadap kehidupan warga sipil. “Tidak ada keadaan di mana Ukraina sebagai negara penandatangan dapat menggunakan, menyimpan, atau memperoleh ranjau darat,” ujar Gabelnick.
Risiko Jangka Panjang bagi Warga Sipil
Salah satu kekhawatiran terbesar terkait pengiriman ranjau darat ke Ukraina adalah bahaya jangka panjang yang ditimbulkan bagi warga sipil. Ranjau darat sering kali tetap aktif di tanah bertahun-tahun setelah konflik berakhir, menjadikannya ancaman yang terus-menerus bagi komunitas lokal.
Menurut Halo Trust, sebuah organisasi pembersihan ranjau global, Ukraina kini diklasifikasikan sebagai negara yang “sangat terkontaminasi” oleh ranjau darat. Sekitar 40% wilayah Ukraina telah terpapar ranjau, dengan lebih dari dua juta ranjau darat ditanam sejak awal invasi Rusia pada 2022.
Proses pembersihan ranjau memakan waktu lama dan sangat mahal. Bank Dunia memperkirakan bahwa biaya demining di Ukraina dapat mencapai $37,4 miliar, menambah beban ekonomi negara yang sudah hancur akibat perang.
Penggunaan Ranjau oleh Rusia dan Ukraina
Baik Rusia maupun Ukraina telah menggunakan ranjau darat dalam konflik yang berlangsung sejak 2022. Rusia secara luas menggunakan ranjau darat untuk mempertahankan posisinya dan memperlambat kemajuan pasukan Ukraina.
Namun, laporan juga menunjukkan bahwa Ukraina telah menggunakan ranjau darat buatan Soviet, termasuk yang diluncurkan dengan roket, di sekitar kota Izyum pada 2022. Langkah ini menimbulkan kritik dari HRW karena meningkatkan risiko bagi warga sipil. Dengan pengiriman ranjau darat ke Ukraina oleh AS, ada kekhawatiran bahwa jumlah ranjau di medan perang akan terus meningkat, memperburuk masalah ini di masa depan.
Dukungan Ukraina terhadap Langkah AS
Meskipun menuai kritik internasional, pemerintah Ukraina membela keputusan AS. Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba menyatakan bahwa pengiriman ranjau ini berada dalam kerangka hukum internasional. Ia menekankan bahwa Ukraina memiliki hak untuk menggunakan segala cara yang sah untuk mempertahankan diri dari agresi Rusia.
Namun, Kuleba juga mengakui adanya implikasi moral yang dihadapi oleh pembela HAM. Pernyataannya mencerminkan dilema yang dihadapi Ukraina dalam menggunakan senjata kontroversial ini untuk melawan musuh yang lebih kuat secara militer.
Implikasi Moral dan Kemanusiaan
Langkah pengiriman ranjau darat ke Ukraina oleh AS membawa dampak moral dan kemanusiaan yang sulit diabaikan. Meskipun ranjau ini dapat menjadi alat penting untuk memperlambat kemajuan Rusia, dampaknya terhadap warga sipil dapat bertahan selama beberapa dekade.
Organisasi seperti HRW dan ICBL terus menyerukan penghentian penggunaan ranjau darat dan peningkatan upaya pembersihan. Mereka menilai bahwa langkah ini tidak sejalan dengan tujuan jangka panjang untuk menciptakan dunia yang bebas dari ancaman senjata mematikan ini.
Keputusan Amerika Serikat untuk melakukan pengiriman ranjau darat ke Ukraina adalah langkah strategis yang sarat dengan kontroversi. Di satu sisi, langkah ini bertujuan untuk membantu Ukraina menghadapi agresi Rusia. Namun, di sisi lain, dampaknya terhadap warga sipil dan implikasi moralnya memicu kritik tajam dari berbagai organisasi internasional.
Sebagai negara yang terjebak dalam konflik yang berkepanjangan, Ukraina menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan kebutuhan militer dengan tanggung jawab kemanusiaan. Sementara itu, langkah AS ini menyoroti dilema global tentang penggunaan senjata yang kontroversial di tengah perang yang semakin kompleks.