Kehancuran di Lebanon Selatan kini menjadi pemandangan yang memilukan bagi ribuan keluarga yang kembali ke rumah mereka. Konflik antara Israel dan Hezbollah telah menyebabkan banyak rumah hancur dan kehidupan warga setempat berubah drastis. Di kota Tyre, tempat yang dulunya penuh aktivitas dan kehidupan, kini hanya tersisa puing-puing dan debu.
Mohamad Marouf, seorang warga Tyre, bersama keluarganya adalah salah satu dari banyak orang yang kembali untuk melihat sisa-sisa rumah mereka. Namun, apa yang mereka temukan hanyalah kerusakan besar, tanpa kepastian kapan mereka bisa kembali hidup normal.
Kehancuran Masif di Tyre
Kota Tyre, salah satu kawasan paling terdampak di Lebanon Selatan, menyaksikan banyak bangunan yang hancur akibat serangan udara Israel. Bangunan tempat tinggal keluarga Marouf hanya satu dari banyak struktur yang mengalami kerusakan parah. Tanpa listrik, keluarga ini menaiki tangga ke lantai enam dengan bantuan lampu dari ponsel. Ketika pintu rumah akhirnya dibuka, pemandangan yang menyambut mereka adalah kehancuran total.
“Rumah ini dulunya indah dan layak, sekarang semuanya rusak,” ujar Mohamad Marouf penuh kesedihan. Panel plafon runtuh, jendela-jendela pecah, dan perabotan terbalik di tengah debu dan serpihan. Setiap ruangan di rumah itu seakan bercerita tentang betapa hebatnya dampak dari ledakan di sekitar mereka.
Serangan udara yang menyebabkan kehancuran ini dilaporkan menargetkan bangunan tetangga, namun dampaknya begitu kuat hingga merusak rumah Marouf. Dengan tidak adanya tempat tinggal lain, keluarga ini sementara mengungsi di rumah kerabat mereka, tanpa tahu kapan atau bagaimana mereka dapat memperbaiki rumah mereka.
Dampak Sosial dan Ekonomi dari Konflik
Selain kehancuran fisik, konflik ini juga memberikan dampak sosial dan ekonomi yang mendalam. Banyak keluarga di Lebanon Selatan kehilangan tempat tinggal dan pekerjaan. Di tengah situasi ini, Hezbollah, yang memegang kendali di sebagian besar wilayah ini, berusaha mempertahankan narasi bahwa mereka adalah pemenang dalam konflik ini.
Hussein Jashi, seorang anggota parlemen Hezbollah, dengan bangga mengatakan bahwa kehancuran ini tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan harga diri dan kebanggaan mereka. “Kita tidak terkalahkan,” ucapnya sambil berdiri di dekat reruntuhan sebuah stasiun pompa air yang hancur.
Namun, pandangan ini tidak selalu sejalan dengan kenyataan yang dihadapi warga biasa. Bagi banyak penduduk, kehancuran yang meluas ini adalah bukti nyata dari kerugian besar yang mereka alami. Sebagian besar warga menganggap perang ini hanya membawa penderitaan dan kematian tanpa hasil yang jelas.
Lebih dari 4.000 orang tewas dan 16.000 lainnya terluka dalam konflik ini, menurut data dari Kementerian Kesehatan Lebanon. Selain itu, lebih dari satu juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka, terutama di daerah yang mayoritas penduduknya adalah Muslim Syiah.
Harapan dan Tantangan Pemulihan
Dengan diberlakukannya gencatan senjata selama 60 hari, banyak keluarga berharap situasi ini dapat menjadi awal dari akhir konflik. Namun, pemulihan di Lebanon Selatan tidak akan mudah. Proses membangun kembali infrastruktur dan rumah-rumah yang hancur akan membutuhkan biaya besar dan waktu yang lama.
Beberapa warga tetap optimistis dan berusaha bangkit. Deed Badawi, pemilik restoran legendaris di Tyre yang hancur akibat serangan udara, bertekad untuk membangun kembali usahanya. “Mereka menghancurkan, kita membangun lagi. Restoran ini akan lebih indah dari sebelumnya,” katanya penuh semangat.
Namun, bagi sebagian besar warga, tantangan utama adalah menemukan sumber daya untuk memulai kembali. Yaser, seorang pemilik toko kecil, mengungkapkan bahwa situasi ini sangat emosional baginya. “Kami kehilangan terlalu banyak orang yang kami cintai. Tapi sekarang, kami akan bersatu kembali dengan mereka yang masih hidup dan menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya,” tuturnya.
Sayangnya, tidak ada kepastian siapa yang akan menanggung biaya pemulihan. Banyak warga berharap bantuan akan datang dari Hezbollah atau pemerintah. Mohamad Marouf, misalnya, berharap bahwa pihak berwenang akan membantu memperbaiki rumahnya. “Semoga Tuhan melindungi kita semua,” ucapnya dengan nada pasrah.
Kehancuran di Lebanon Selatan adalah cerminan nyata dari dampak buruk konflik yang berkepanjangan. Bagi keluarga-keluarga seperti Marouf, kembali ke rumah mereka adalah langkah pertama dalam perjalanan panjang untuk memulihkan kehidupan mereka.
Proses pemulihan ini tidak hanya membutuhkan upaya fisik untuk membangun kembali infrastruktur yang hancur, tetapi juga dukungan emosional dan finansial bagi warga yang telah kehilangan segalanya.
Meskipun tantangan besar menanti, semangat dan optimisme beberapa warga, seperti Deed Badawi, memberikan harapan bahwa Tyre dan wilayah lain di Lebanon Selatan dapat bangkit kembali. Dengan solidaritas dan bantuan yang memadai, masa depan yang lebih baik masih bisa dicapai meskipun harus dimulai dari puing-puing kehancuran.