Gencatan senjata Israel Hezbollah di Lebanon akhirnya resmi diberlakukan setelah 13 bulan pertempuran sengit. Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Presiden Amerika Serikat, Joe Biden. Konflik yang telah menewaskan lebih dari 3.800 orang dan melukai lebih dari 15.000 lainnya ini kini diharapkan berakhir dengan kesepakatan damai yang bertujuan menciptakan stabilitas di wilayah perbatasan kedua negara.
Pertempuran sengit sepanjang perbatasan Israel dan Lebanon selama lebih dari setahun ini juga menyebabkan hampir satu juta penduduk Lebanon kehilangan tempat tinggal. Dengan gencatan senjata ini, masyarakat dari kedua negara akhirnya bisa kembali ke kehidupan yang lebih aman. Dalam pengumuman resminya, Biden menyebut kesepakatan ini sebagai “langkah besar menuju penghentian permanen permusuhan.”
Isi Kesepakatan Gencatan Senjata
Kesepakatan gencatan senjata Israel Hezbollah, yang dimediasi oleh Amerika Serikat dan Prancis, mencakup beberapa poin penting. Salah satunya adalah penarikan bertahap pasukan Israel dari wilayah selatan Lebanon dalam waktu 60 hari. Selama periode ini, pasukan pemerintah Lebanon akan mengambil alih kendali di wilayah tersebut.
Selain itu, kesepakatan ini juga mengatur bahwa semua senjata dan pejuang Hezbollah harus dipindahkan dari wilayah selatan Sungai Litani. Wilayah ini sebelumnya dijadikan garis batas setelah perang Israel-Hezbollah pada 2006. Proses penarikan ini akan diawasi oleh tim internasional untuk memastikan pelaksanaan berjalan sesuai rencana.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa Israel memiliki hak untuk merespons jika ada pelanggaran kesepakatan. “Jika Hezbollah mencoba mempersenjatai kembali atau membangun infrastruktur teroris di dekat perbatasan, kami akan menyerang,” tegas Netanyahu.
Dampak pada Konflik Lebanon dan Gaza
Gencatan senjata ini tidak hanya memengaruhi situasi di Lebanon tetapi juga membawa dampak besar pada konflik di Gaza. Israel telah lama menghadapi perlawanan dari dua front sekaligus, yaitu Hezbollah di utara dan Hamas di Gaza. Dengan berakhirnya konflik di Lebanon, Israel dapat lebih fokus pada operasi militernya di Gaza.
Netanyahu menyebut bahwa gencatan senjata ini akan meningkatkan tekanan pada Hamas, sekutu Hezbollah, yang kini kehilangan dukungan logistik dan militer dari utara. “Hamas kini berada dalam isolasi, dan ini memberikan keuntungan strategis bagi Israel,” ujarnya.
Tantangan Pemulihan di Lebanon
Bagi Lebanon, dampak konflik berkepanjangan ini sangat menghancurkan. Selain kerugian ekonomi yang diperkirakan mencapai $8,5 miliar, infrastruktur negara juga rusak parah. World Bank memperkirakan bahwa proses pemulihan akan memakan waktu lama, dengan sumber pendanaan yang belum jelas.
Hezbollah sendiri berada dalam posisi yang sangat lemah setelah konflik ini. Banyak pemimpin penting kelompok tersebut tewas dalam serangan Israel, termasuk Hassan Nasrallah dan Hashem Safieddine. Kehilangan ini membuat posisi politik dan militernya di Lebanon semakin terpojok.
Namun, Hezbollah bukan sekadar kelompok militer. Sebagai partai politik dengan dukungan besar dari komunitas Syiah, pengaruhnya masih signifikan. Para pengamat khawatir situasi ini dapat memicu konflik internal di Lebanon jika ada upaya untuk membatasi peran Hezbollah dalam politik dan sosial.
Gencatan senjata Israel dan Hezbollah memberikan harapan baru bagi stabilitas kawasan. Namun, implementasi kesepakatan ini masih menghadapi banyak tantangan, terutama memastikan kepatuhan kedua belah pihak. Perdana Menteri Lebanon, Najib Mikati, mendesak Israel untuk mematuhi seluruh poin kesepakatan dan menghormati resolusi PBB.
Bagi warga Lebanon yang telah kehilangan rumah dan keluarga, gencatan senjata ini adalah awal dari proses pemulihan. Tetapi banyak yang masih bertanya-tanya apakah perdamaian ini benar-benar bisa bertahan di tengah sejarah panjang konflik kedua negara.
Dengan dukungan internasional dari AS dan Prancis, diharapkan kesepakatan ini mampu menciptakan perdamaian yang langgeng. Namun, hanya waktu yang akan menjawab apakah gencatan senjata Israel Hezbollah ini benar-benar menjadi titik balik dalam sejarah konflik kawasan Timur Tengah.