Hubungan antara Rusia dan Korea Utara kembali menjadi sorotan dunia setelah laporan terbaru mengungkapkan bahwa Rusia kirim minyak ke Korea Utara dalam jumlah besar. Analisis citra satelit menunjukkan lebih dari satu juta barel minyak telah dikirim sejak Maret 2024, meskipun tindakan tersebut melanggar sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Kerjasama ini diduga sebagai pembayaran atas pasokan senjata dan pasukan yang dikirim Korea Utara untuk mendukung Rusia dalam perang di Ukraina. Pelanggaran sanksi ini menimbulkan kekhawatiran global terhadap stabilitas keamanan internasional dan memicu kritik tajam dari berbagai pihak.
Rusia Kirim Minyak ke Korea Utara: Fakta dan Bukti
Analisis yang dilakukan oleh Open Source Centre, lembaga penelitian berbasis di Inggris, mengungkap bahwa sebanyak 43 pengiriman minyak dilakukan oleh kapal tanker berbendera Korea Utara ke terminal minyak di wilayah timur Rusia.
Kapal-kapal tersebut tiba di pelabuhan Vostochny dalam keadaan kosong dan kembali dengan muatan penuh. Data ini dihitung berdasarkan citra satelit yang menunjukkan posisi kapal di air—semakin rendah kapal tenggelam, semakin penuh muatannya.
Jumlah Minyak yang Dikirim Melebihi Batas Sanksi
Sanksi PBB sejak 2017 membatasi Korea Utara hanya boleh menerima 500.000 barel minyak per tahun untuk mencegah pengembangan senjata nuklir. Namun, laporan menunjukkan Rusia telah mengirimkan lebih dari satu juta barel minyak hanya dalam delapan bulan, melampaui batas sanksi lebih dari dua kali lipat.
Menurut Joe Byrne dari Open Source Centre, minyak tersebut menjadi “napas kehidupan” baru bagi Korea Utara yang selama ini bergantung pada jaringan kriminal untuk mendapatkan minyak secara ilegal.
Kenapa Rusia Kirim Minyak ke Korea Utara?
Langkah Rusia ini dipandang sebagai imbal balik atas dukungan militer yang diberikan Korea Utara. Sejak 2023, Pyongyang dilaporkan telah mengirimkan senjata, amunisi, dan pasukan untuk membantu Rusia dalam konflik di Ukraina.
Hugh Griffiths, mantan kepala panel sanksi PBB, menyebut pengiriman ini sebagai bagian dari kesepakatan “minyak untuk senjata”. Dengan pasokan minyak gratis, Korea Utara mendapatkan stabilitas ekonomi yang belum pernah dirasakan sejak sanksi diberlakukan.
Minyak untuk Mesin Perang Korea Utara
Minyak merupakan komponen penting bagi keberlangsungan militer Korea Utara. Diesel dan bensin digunakan untuk menjalankan peluncur rudal, kendaraan militer, serta operasi pabrik senjata. Dengan pengiriman langsung dari Rusia, kebutuhan minyak Korea Utara kini lebih mudah terpenuhi tanpa risiko besar seperti sebelumnya.
Pelanggaran Sanksi dan Dampaknya
Kerjasama Rusia dan Korea Utara ini tidak hanya melanggar sanksi PBB, tetapi juga menandai perubahan besar dalam hubungan internasional. Rusia, yang merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB, sebelumnya ikut menyetujui sanksi tersebut.
Penghapusan Panel Pemantauan Sanksi
Pada Maret 2024, Rusia menggunakan hak vetonya untuk membubarkan panel PBB yang bertugas memantau pelanggaran sanksi terhadap Korea Utara. Langkah ini dianggap membuka jalan bagi pengiriman minyak secara terang-terangan.
Ashley Hess, mantan anggota panel tersebut, mengatakan bahwa penghentian pemantauan memperburuk situasi. “Rusia kini menunjukkan penghinaan terang-terangan terhadap sanksi internasional,” tambah Eric Penton-Voak, mantan ketua panel.
Ancaman Keamanan Global
Hubungan erat antara Rusia dan Korea Utara memunculkan kekhawatiran bahwa teknologi militer canggih dari Rusia dapat jatuh ke tangan Pyongyang. Ada kekhawatiran bahwa Korea Utara dapat menggunakan teknologi ini untuk meningkatkan kemampuan rudal balistik atau satelit mata-mata mereka.
“Langkah ini berbahaya,” kata Andrei Lankov, pakar hubungan Rusia-Korea Utara. “Jika Rusia memberikan teknologi militer, dampaknya bisa meluas hingga ke kawasan Timur Tengah.”
Respon Internasional
Beberapa negara, termasuk Amerika Serikat dan Korea Selatan, telah mengecam tindakan Rusia kirim minyak ke Korea Utara. Pemerintah Korea Selatan menyatakan akan “merespons dengan tegas” pelanggaran sanksi ini, sementara Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, menyebutnya sebagai ancaman langsung terhadap keamanan global.
Sikap Rusia dan Korea Utara
Baik Rusia maupun Korea Utara hingga kini belum memberikan tanggapan resmi atas tuduhan tersebut. Namun, hubungan erat kedua negara terlihat semakin menguat, dengan laporan bahwa ribuan tentara Korea Utara telah dikerahkan ke Rusia untuk bertempur di Ukraina.
Pengungkapan bahwa Rusia kirim minyak ke Korea Utara mengungkap dinamika baru dalam hubungan internasional. Langkah ini tidak hanya melanggar sanksi PBB, tetapi juga menunjukkan pola kerjasama yang semakin erat antara dua rezim otoriter.
Dampaknya meluas, dari memperpanjang konflik di Ukraina hingga meningkatkan ketegangan di Semenanjung Korea. Dunia internasional kini dihadapkan pada tantangan besar untuk menghentikan pelanggaran ini dan memastikan stabilitas global tetap terjaga.
Sebagai langkah awal, tekanan diplomatik dan peningkatan pemantauan mungkin menjadi solusi sementara untuk merespons pelanggaran ini. Namun, tanpa kesepakatan bersama yang lebih tegas, hubungan Rusia dan Korea Utara berpotensi memicu ancaman baru di berbagai kawasan.