Krisis bantuan di Gaza Utara terus memburuk seiring dengan pengepungan ketat yang dilakukan oleh pasukan Israel. Selama lebih dari 40 hari, hampir tidak ada bantuan kemanusiaan yang berhasil mencapai wilayah tersebut. Ribuan warga Palestina di Beit Hanoun, Beit Lahia, dan Jabalia kini menghadapi ancaman kelaparan, kekurangan air, dan layanan kesehatan yang hampir lumpuh. Krisis bantuan di Gaza Utara ini menjadi salah satu tragedi kemanusiaan terburuk di abad ini.
Organisasi internasional seperti PBB telah berulang kali mencoba mengirimkan bantuan ke Gaza Utara. Namun, sebagian besar misi kemanusiaan terhalang oleh otoritas Israel. Dalam kondisi seperti ini, krisis bantuan di Gaza Utara terus memengaruhi kehidupan puluhan ribu warga sipil yang tidak memiliki tempat untuk mencari perlindungan.
Kelaparan Mengintai di Gaza Utara
Salah satu dampak paling serius dari krisis bantuan di Gaza Utara adalah risiko kelaparan yang semakin mendekat. Menurut laporan Komite Peninjau Kelaparan IPC, wilayah Gaza Utara kini menghadapi risiko kelaparan yang sangat tinggi. Penghentian pengiriman bahan makanan telah menyebabkan dapur umum dan pabrik roti tutup sepenuhnya.
Dengan akses bantuan yang hampir tidak ada, warga terpaksa bergantung pada sisa-sisa makanan yang sudah langka. Kondisi ini semakin memperburuk krisis bantuan di Gaza Utara, di mana ribuan anak-anak dan ibu hamil kini terancam gizi buruk yang mematikan.
Fasilitas Kesehatan dalam Krisis
Rumah sakit di Gaza Utara, termasuk Rumah Sakit Kamal Adwan di Beit Lahia, menjadi saksi nyata dari krisis bantuan di Gaza Utara yang semakin parah. Direktur rumah sakit, Dr. Hussam Abu Safiya, melaporkan bahwa kondisi di fasilitas ini sangat memprihatinkan.
Sejak awal pekan ini, 17 anak tiba dengan gejala malnutrisi parah, sementara seorang pria lanjut usia meninggal akibat dehidrasi akut. Pasokan medis di rumah sakit hampir habis, termasuk susu formula yang sangat dibutuhkan oleh bayi yang terkena dampak krisis bantuan di Gaza Utara.
Hambatan bagi Misi Kemanusiaan
PBB telah merencanakan 31 misi kemanusiaan untuk mengatasi krisis bantuan di Gaza Utara sejak awal November. Namun, 27 misi ditolak oleh otoritas Israel, sementara empat lainnya terganggu sehingga tidak dapat mencapai wilayah yang membutuhkan bantuan.
Juru bicara PBB, Stéphane Dujarric, menyebut bahwa penghentian total pengiriman bahan bakar telah menyebabkan banyak fasilitas vital tidak lagi berfungsi. Tanpa bahan bakar, air bersih dan layanan sanitasi tidak dapat disediakan, semakin memperparah krisis bantuan di Gaza Utara yang sudah sangat kritis.
Pengungsi Kehilangan Tempat Tinggal
Krisis bantuan di Gaza Utara juga telah menyebabkan gelombang pengungsian besar-besaran. Ribuan warga meninggalkan Beit Hanoun dan Beit Lahia menuju Gaza City setelah mendapat peringatan evakuasi dari militer Israel. Namun, perjalanan ini penuh tantangan.
Seorang anak dari Beit Lahia menceritakan bahwa keluarganya harus tidur di atas pasir dan puing-puing karena tidak ada tempat berlindung setibanya di Gaza City. Kisah ini menggambarkan dampak mendalam dari krisis bantuan di Gaza Utara, di mana warga tidak hanya kehilangan rumah tetapi juga akses ke kebutuhan dasar seperti makanan dan air.
Respons Israel terhadap Krisis
Israel menyatakan bahwa operasinya di Gaza Utara bertujuan menghancurkan jaringan Hamas dan melindungi warga Israel dari ancaman. Namun, data menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil dari bantuan yang diklaim telah dikirimkan benar-benar mencapai wilayah yang terkepung.
Menurut Cogat, badan militer Israel yang bertanggung jawab atas urusan kemanusiaan di Gaza, sebanyak 472 truk bantuan telah masuk ke Gaza Utara hingga pertengahan November. Namun, tidak jelas apakah bantuan tersebut mencapai warga terdampak. Hal ini membuat krisis bantuan di Gaza Utara semakin sulit diatasi.
Tekanan Internasional untuk Mengatasi Krisis
Upaya internasional untuk menghentikan krisis bantuan di Gaza Utara juga menemui jalan buntu. Resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera diveto oleh Amerika Serikat. AS berdalih bahwa resolusi tersebut tidak secara eksplisit menyerukan pembebasan sandera Hamas, meskipun 14 anggota lainnya mendukung langkah tersebut.
Situasi ini menunjukkan bahwa dinamika politik internasional sering kali menghambat solusi kemanusiaan untuk krisis bantuan di Gaza Utara. Dengan jutaan warga yang terus menderita, tindakan yang lebih tegas diperlukan untuk memastikan bantuan dapat menjangkau mereka yang membutuhkan.
Krisis bantuan di Gaza Utara mencerminkan penderitaan yang sangat mendalam di tengah konflik yang berkepanjangan. Ribuan warga menghadapi risiko kelaparan, penyakit, dan kekurangan kebutuhan dasar, sementara upaya internasional untuk mengatasi situasi ini masih terbatas.
Dunia harus segera mengambil langkah konkret untuk memastikan bantuan dapat mencapai Gaza Utara. Tanpa solusi cepat, krisis bantuan di Gaza Utara hanya akan terus memburuk, meninggalkan dampak kemanusiaan yang tak terhitung bagi generasi mendatang.